07 Maret, 2024

REVIEW: KILLERS OF THE FLOWER MOON (2023) - MARTIN SCORSESE



IMPACTFUL. Sang legenda hidup Martin Scorsese kembali hadir ke layar lebar melalui film terbarunya, Killers of the Flower Moon (2023), yang diproduksi dan tayang di Apple TV+. Dengan dirilisnya film ini, Martin Scorsese menobatkan dirinya sendiri sebagai sutradara yang berkarir selama lebih dari 50 tahun. Ya, 50 tahun. Sebuah bukti kelegendaan yang nyata dalam bentuk pencapaian dan perjalanan karir yang luar biasa.

Scorsese beraksi kembali melalui film yang mengadaptasi sebuah buku berjudul sama dengan judul filmnya, yang menceritakan peristiwa pembunuhan berantai terhadap Suku Osage di Oklahoma yang dilakukan oleh kulit putih, William K. Hale yang melibatkan kaum kulit putih lainnya, termasuk keluarganya, seperti Ernest Bukhart. Pembunuhan berantai ini merupakan kisah nyata. William K. Hale melakukan pembunuhan ini dengan berbagai rencana, salah satunya orang-orang kulit putih diminta menikahi suku asli Osage. Ini adalah cara termudah untuk memperoleh harta warisannya.


Dalam membawakan cerita ini, Scorsese tidak ingin melupakan nilai-nilai spiritualitas yang menjadi nyawa bagi orang-orang Indian. Film ini dibuka dengan adegan suku Osage yang sedang resah terhadap masa depan mereka sendiri. Mereka berkumpul untuk melakukan sebuah ritual. Tak lama setelah itu, Martin Scorsese mempersilakan penonton untuk sedikit lagi mengenal suku Osage melalui semburan minyak yang keluar dari tanah dan menyembur ke arah tubuh sekumpulan Osage. Pemandangan langit cerah yang melatari peristiwa tersebut adalah gambaran Tuhan yang sedang mendengarkan doa dari para Indian. Dengan visual indah dan mengagumkan serta tambahan iringan alat musik ritmis di balik visualnya, Scorsese piawai mengolah adegan ini menjadi sesuatu yang magis, sehingga terciptalah imaji kemenangan kecil yang disematkan kepada suku Osage.

Kemudian film dilanjutkan dengan kedatangan Ernest Burkhart (Leonardo DiCaprio) ke rumah pamannya, William K. Hale (Robert De Niro). Ernest diperkenalkan dengan sbudaya Osage. Dari sinilah niat- jahat Hale pelan-pelan diungkap Scorsese, sifatnya manipulatif, dengan kalimat-kalimat halusnya, ia berhasil menyihir siapa pun yang ada di dekatnya, termasuk Ernest Burkhart. Ernest, dengan sifatnya yang tolol dan perasaannya yang mudah dimainkan menjadi sasaran empuk untuk dimanfaatkan. Dari awal, banyak lontaran kalimat-kalimat rasis yang keluar dari kulit putih terhadap people of color. Bahkan, Ernest Bukhart, sempat bangga dengan sebutan Handsome Devil, yang ia lontarkan saat berkendara bersama Mollie (Lily Gladstone). Tak berhenti di situ, Ernest juga menanyakan sesuatu yang sensitif terhadap Mollie, "You got, you got nice color skin. What color would you say that is?”, yang kemudian dijawab Mollie dengan lugas, "My color!"

Ernest Bukhart menjadi sopir Mollie bukan tanpa alasan atau sebab. Ini konsekuensi alami yang harus dihadapi Ernest sebagai bagian dari rencana jahat Hale. Hale menginginkan harta warisan yang besar dari keluarga Mollie. Inilah yang membuat Ernest berani melakukan pendekatan terhadap Mollie, sebab Ernest memang akan dinikahkan dengan Mollie. Dari kejahatan ini, satu demi satu nyawa suku Osage melayang. Mollie, sebagai pewaris tanah utama, terpaksa kehilangan seluruh anggota keluarga. 


Killers of the Flower Moon bukan tentang whodunit. Sewaktu Ernest membaca buku mengenai sejarah Osage, ia membacakan kalimat "Can you find the wolves in this picture?". Tidak sulit menemukan barisan serigala di film ini, sebab mereka pun tak berusaha sembunyi. Yang paling menonjol dari film ini adalah kesediaan Scorsese untuk bercerita dengan lembut dan pelan. Alunan musik ritmis dan penataan sinematografi yang indah membuat ceritanya terasa lebih emosional. Secara bertahap, penonton diantar untuk memahami tindakan-tindakan bejat para perampok kulit putih. Semakin banyak pemahaman didapat, semakin hati ini terasa dirobek-robek.

Durasi yang panjang (206 menit) adalah keputusan yang tepat untuk membawakan cerita ini. Lagipula, siapa yang meragukan Martin Scorsese dalam meramu cerita? 206 menit yang sangat panjang ini berhasil dimanfaatkan dengan konsisten oleh Scorsese. Semuanya rapi, sejak pengenalan suku Osage yang terasa magis, serangkaian kekejian kulit putih, hingga penyelesaian yang brilian, semua dilibas dengan baik oleh Scorsese. Dengan caranya, cerita yang kelam ini mampu dibawakan dengan santai dan keren, sama seperti yang ia lakukan di film-film sebelumnya. Meskipun santai dan keren, konsistensinya untuk sensitif terhadap penderitaan suku Osage juga masih tetap terjaga. Semua adegan yang ia tunjukkan makin memvalidasi perasaan people of color sehingga penonton makin simpatik terhadap people of color. Sekali lagi, durasi 206 menit yang panjang ini justru makin membuktikan kematangannya sebagai seorang sutradara legendaris.


Dalam film ini Scorsese mengandalkan Lily Gladstone sebagai Mollie Bukhart, yang menurut saya jadi keputusan terbaik Scorsese, karena penampilannya sangat menakjubkan. Gelar Best Actrees di pegelaran Oscar 2024 bukan sesuatu yang mustahil untuknya. Lily menjelma menjadi manusia yang cerdas menggunakan wajahnya untuk berbicara, bukan dengan mulutnya. Kemarahan dan kesedihan, bahkan harga diri sangat jelas terpampang di wajah dan matanya. Dan poin yang paling penting, performanya meyakinkan penonton bahwa ia korban paling tersakiti dari peristiwa ini.

Terakhir, salah satu adegan favorit adalah ketika Scorsese muncul di ending film dengan membacakan berita kematian Mollie Burkhart. Adegan ini mungkin menjadi wujud penyesalan atas dosa yang dilakukan Scorsese dan kaum kulit putih atau teman-temannya di masa lalu. Di adegan ini, Scorsese menunjukkan dirinya bersedia untuk berdiri bersama para korban, yakni Suku Osage. 


Melalui film ini, Scorsese berhasil memberi hukuman terhadap mereka yang bersalah sekaligus mengabarkan kejahatan keji yang pernah terjadi dalam sejarah dengan sensitivitas, kepekaan, dan rasa empati yang tinggi. Scorsese ingin mengurung sosok-sosok bengis seperti William K. Hale dan Ernest Brukhart dalam penjara karyanya. Dengan sajian naskah yang solid serta bantuan aspek teknis yang mumpuni, saya tak ragu untuk mengangkat film ini sebagai salah satu film terbaik Martin Scorsese sepanjang sejarah. Sebab, dari film ini, ia telah menciptakan jejak yang sangat penting untuk perjuangan melawan rasisme atau melawan kejahatan yang didasarkan pada perbedaan rasial. Ini film penting, dan Scorsese sangat tahu itu.


Tidak ada komentar: