16 Maret, 2024

REVIEW: POOR THINGS (2023) - YORGOS LANTHIMOS


ABSURD. Poor Things (2023) hadir sebagai perwakilan film absurd terbaik di tahun 2023. Mengapa ekspresif dan absurd? Yeah, namanya juga Yorgos Lanthimos. Ia mewajibkan dirinya bertindak seperti itu. Dalam film ini, ia mengangkat kisah petualangan menemukan jati diri seorang perempuan dengan cara yang ekspresif, erotis, dan juga absurd. Seperti biasa, Yorgos Lanthimos enggan membuat film yang biasa-biasa saja secara dialog, mimik, dan gerak tubuh pemainnya. Beruntung ia memiliki jajaran cast yang tampil totalitas seperti Emma Stone, Willem Dafoe, Mark Ruffalo, Ramy Youssef, dan berbagai aktor serta aktris lainnya. Kepiawaian Emma, dkk. serta tangan dingin Lanthimos membuat film ini berhasil masuk berbagai nominasi penting di Academy Awards 2024, termasuk Best Picture, Best Actrees in a Leading Role untuk Emma Stone (yang akhirnya ia menangkan), Best Actor in a Supporting Role untuk Mark Ruffalo, serta beberapa nominasi lainnya.




Yorgos mengawali film ini dengan sebuah adegan Emma Stone melompat dari atas jembatan tinggi. Sebuah awal yang cukup mengagetkan. Lalu, Yorgos melanjutkannya dengan adegan nyentrik yang memotret kelakuan Bella (Emma Stone), sang karakter utama, yang bertingkah seperti seorang balita yang baru belajar berjalan. Bella pun kerap mengucapkan beberapa kata yang tidak jelas dan kerap menanyakan sesuatu. Bella merupakan hasil eksperimen Godwin (Willem Dafoe) yang mencoba meletakkan otak bayi ke dalam kepala perempuan dewasa, dan ya, hasilnya adalah Bella.

Singkat cerita, Godwin mengajak muridnya, Max (Ramy Youssef), untuk ikut membantu mengawasi perkembangan Bella. Di sinilah, terjadi banyak hal menarik. Max mengawasi berbagai aktivitas Bella mulai dari bangun tidur hingga tidur lagi. Sementara Bella dengan polos dan rasa kepo-nya yang tinggi, sedikit membuat Max tertarik padanya. Dengan segala sisi eksploratif yang dimiliki dalam otak bayi, Bella gemar mencoba banyak hal. Apa pun hal yang menurutnya menarik, ia mencobanya tanpa pikir panjang. Adegan demi adegan yang ditunjukkan Yorgos makin mengendurkan otoritas Godwin dan Max terhadap Bella. Napas kebebasan dari diri Bella sudah mulai berhembus kencang. Selama dalam pengawasan ini, Bella makin tak terkendali. Tangannya tak sengaja menyentuh kemaluannya, dan dari situ Bella makin sulit terkendali. Ia melakukannya di mana saja dan kapan pun ia bisa melakukannya, termasuk pada saat makan. 

Namun, tampaknya, Godwin mulai cemas dengan kondisi Bella sekarang, ia pun berinisiatif menikahkan Bella dengan Max. Bella yang masih lugu serta Max yang sedikit tertarik pada Bella pun memberi anggukan tanda setuju. Akan tetapi, sisi eksploratif Bella tidak bisa dibendung. Pada suatu ketika, teman Godwin, Duncan (Mark Ruffalo), berkunjung. Ia melihat Bella lalu diam-diam mengajaknya berpetualang ke berbagai tempat. Bella pun tanpa pikir panjang setuju untuk ikut berpetualang bersama Duncan. Dari sinilah, Bella memaksimalkan sisi eksploratifnya hingga sepenuhnya menjadi perempuan dewasa, termasuk dengan mempelajari orang-orang yang ia lihat dan temui serta mencoba memahami bagaimana dunia bekerja.


Kehebatan Yorgos Lanthimos dalam membungkus adegan per adegan ini perlu diacungi jempol. Di awal, ketika Bella masih terpenjara karena otaknya yang masih kosong, Yorgos menggunakan efek grayscale untuk menunjukkan seberapa pahitnya Bella menjalani kehidupannya di bawah pengaruh Godwin. Kemudian pada saat Bella pelan-pelan menemukan kebebasannya, warna-warna kontras memenuhi set, termasuk ketika ia berpetualang bersama Duncan di berbagai tempat. Set yang megah dan diatur layaknya negeri dongeng menunjukkan otak Bella yang masih dipenuhi referensi-referensi visual yang masih bersifat imajinatif.

Bella dikembangkan dengan sangat baik oleh Yorgos. Lagi-lagi performa akting Emma Stone melancarkan proses perkembangan karakternya. Yorgos dan Emma berhasil membuat Bella sebagai karakter yang melihat dunia sebagai orang dewasa yang dibenturkan dengan pandangan ‘polos’ anak kecil yang serba pertama kali. Karakter Bella menjadi ruang bagi Yorgos untuk menelusuri sistem sosial yang cenderung melanggengkan stereotip gender sehingga ia bisa membenturkan dan memprovokasi berbagai nilai dengan harapan membawa perbaikan pada sistem yang mengekang tersebut. Keresahan Yorgos tampak pada keputusannya membuat Bella lepas dari segala belenggu norma di setiap tempat yang ia kunjungi. Otak polos Bella juga memudahkan itu. Ya, ia masih anak kecil yang masih bebas dari segala jenis norma.


Sementara, Yorgos juga memberikan lampu sorotnya kepada karakter Duncan. Semula ia digambarkan bak sugar daddy yang akan terus memenuhi keinginan Bella lahir dan batin, termasuk keinginan seksualnya. Namun, citra itu meluntur seiring dengan sisi eksploratif Bella yang makin berani dan tak terkendali. Bella mengubah Duncan menjadi karakter yang cengeng serta bodoh yang terus merengek agar Bella tetap dalam pengawasannya dan tidak merepotkan dirinya, sampai puncaknya ketika ia kehilangan seluruh uangnya dalam perjalanannya menuju Prancis.

Sangat menyenangkan rasanya melihat dunia megah yang dibangun Yorgos untuk memfasilitasi pencarian jati diri Bella. Set yang megah, penuh warna, dan pemilihan wardrobe yang brilian berhasil memberi kebahagiaan untuk Bella di tengah dunia yang tidak begitu peduli padanya. Keputusan ini konsisten mengiringi perjalanan Bella dalam menemukan jati dirinya. Bahkan ketika Bella memulai pekerjaan 'kotornya' sebagai pekerja seks, kebahagiaan tersebut masih terus disematkan padanya. Yorgos berhasil membuat hubungan seks Bella dengan pelanggannya bak pertunjukan teater di mana Bella diberi kebebasan untuk menyusun naskahnya sendiri. Bella tampil lepas melayani berbagai pelanggannya, dengan berbagai variasi yang menyegarkan, seperti permainan peran, lempar tangkap anjing, dan berbagai permainan lainnya. Ya, kembali lagi, Yorgos masih memberi ruang bermain untuk Bella yang masih memiliki sisi kekanak-kanakan.

Selain berbagai peristiwa eksploratif tersebut, Yorgos juga melengkapi Bella dengan sisi humanis lewat surat-surat yang Bella tulis dan kirim kepada Godwin setiap Bella melakukan hal penting. Sampai akhirnya, Bella memutuskan kembali ke rumah Godwin untuk melangsungkan pernikahan dengan Max. Di sisi lain, Duncan yang ditinggalkan Bella mencoba memulihkan ingatan Bella sebelum Bella terjun dari atas jemb atan. Di sini pelan-pelan Bella menemukan fakta bahwa ia hanya makhluk percobaan buatan Godwin. Bella pun memutuskan untuk mencari tahu lebih banyak mengenai kehidupannya sebelum ia memutuskan bunuh diri. Berbagai adegan setelahnya menunjukkan motivasi mengapa Bella putus asa dengan hidupnya. Di ending, Yorgos membungkus konklusi dari perjalanan Bella ini dengan cukup brilian. Sebuah call back yang berhasil menuntaskan perlawanannya terhadap sudut pandang patriarki.


Di luar absurditas dan satire yang menyelimuti Poor Things (2023), sisi teknis film ini patut diberi apresiasi setinggi-tingginya. Yorgos memang tampak tanpa cela mengembangkan karakter Bella. Akan tetapi, ia jelas tak bisa melakukannya sendirian. Yorgos harus mengakui dirinya sangat bergantung pada sensitivitas dan sisi feminin Emma Stone untuk membawa karakter ini menuju konklusi yang enak dan pas. Yorgos juga harus berterima kasih pada jajaran kru yang bertugas di balik set yang dreamy dan megah serta wardrobe yang pas, yang dengan luwes membentuk jati diri Bella dari awal hingga akhir. Sebab tanpa aspek-aspek ini, Yorgos bisa saja gagal mengantar naskahnya menyentuh level yang diinginkan.

Terakhir, Poor Things (2023) merupakan wujud konsistensi Yorgos yang terus memberikan sajian-sajian absurd nan segar untuk mewarnai dunia sinema. Jejaknya di kancah sinema sudah jelas, film-film sebelumnya pun menunjukkan ciri khas Yorgos yang unik dan benci untuk tampil mainstream. Poor Things (2023) hadir menguatkan citra tersebut. Keunikannya pun mampu membawakan isu-isu penting tanpa harus mereduksi intisari dari isu-isu tersebut, yang mana hal ini sering menjadi tugas yang sulit. Tak semua seniman mampu melakukannya. Namun, melalui Poor Things (2023), Yorgos Lanthimos berhasil membuat namanya bersanding dengan nama-nama yang telah berhasil membawakan misi berat tersebut sebelumnya.


Tidak ada komentar: