16 Juni, 2024

REVIEW: INSIDE OUT 2 (2024) - KELSEY MANN


BERTUMBUH. Akhirnya Disney Pixar kembali tampil bagus setelah terakhir kali mencatat penampilan terbaiknya melalui Soul (2020) dir. Pete Docter. Setelah Soul (2020), tidak ada film Pixar yang mampu memuaskan saya secara pribadi, baru di Inside Out 2 (2024) ini kepuasan itu kembali. Secara IP, saya percaya Inside Out tidak didesain untuk menuju sekuel. Apa yang ditampilkan di film pertamanya 9 tahun lalu memang sudah cukup konklusif dari sisi plot dan naskah ceritanya. Tingginya standar naskah yang mereka ciptakan di film pertamanya juga membuat saya ragu bahwa Kelsey Mann akan mampu membawa IP ini ke arah yang lebih baik. Bagaimana mungkin Inside Out (2015) yang ikonik itu bisa dikembangkan lagi menjadi sekuel? Siapa sangka, ternyata pertanyaan tersebut mampu dijawab dengan baik oleh Pixar.


Inside Out 2 (2024) memang tidak menawarkan pembaruan ide yang inovatif dan brilian seperti layaknya film pertamanya. Kita semua bisa bilang Inside Out (2015) sebagai salah satu film terbaik Pixar adalah karena kesegaran ide dan inovasinya. Tak ada yang mengira bahwa emosi dasar anak kecil (Joy, Sadness, Anger, Fear dan Disgust) bisa dikembangkan sebegitu bagusnya. Inside Out (2015) mampu dengan mudah membuat kita lebih memahami emosi dan perasaan manusia serta pengaruhnya terhadap orang-orang terdekat kita. Inside Out 2 (2024) tidak menawarkan kesegaran seperti itu, tetapi bukan berarti film ini diciptakan tanpa pembaruan. Kehadiran 4 emosi baru (Anxiety, Envy, Embarrassment, dan Ennui) menambah kompleksitas naskah, seiring dengan perkembangan emosional karakter Riley yang baru saja masuk masa pubertas. 

Karakter bertumbuh, aspek emosional karakternya juga bertambah dan permasalahan hidupnya makin kompleks. Itulah yang menimpa Riley dan semua karakter emosi yang ada di dalam diri Riley. 4 emosi baru ini menggambarkan kompleksitas emosi manusia yang baru akan muncul saat masa pubertas hingga dewasa. Rata-rata manusia yang sedang di masa pubertas, emosinya sulit untuk stabil, lebih mudah cemas (Anxiety), sudah mengenal rasa malu (Embarassment), mudah iri melihat orang lain yang lebih hebat (Envy), dan lebih cepat bosan (Ennui). Menariknya, hal itu juga kemungkinan besar dirasakan para penonton hari ini, yang juga menonton film pertamanya 9 tahun lalu. Keempat emosi baru ini berhasil memberikan perubahan yang luar biasa dalam diri Riley sehingga membuat posisi Joy, dkk pelan-pelan mulai digantikan. 

Sebelum ke sana, Riley sempat diundang oleh salah satu pelatih hockey hebat untuk ikut kamp hockey. Riley diundang bersama kedua sahabatnya, Bree & Grace. Akan tetapi, selama perjalanan ke lokasi, Bree & Grace mengatakan akan pindah sekolah sehingga ketiganya tidak bisa bertemu sesering sebelumnya. Riley tentu saja sedih, tetapi ambisinya untuk diterima dalam tim hockey tersebut besar karena ia mempunyai idola, Val, yang sudah masuk tim utama. Di sinilah kebimbangan terjadi, ia harus memilih untuk mengejar impiannya atau menghabiskan banyak waktu dengan ketiga temannya selama 3 hari di kamp. Ya, masalah-masalah klasik anak remaja ditampilkan secara genuine  di sini. Inilah yang menyebabkan Riley mengalami banyak perubahan yang diakibatkan oleh dimulainya masa pubertas.

Selama Riley berada di situasi tersebut, kondisi di markas emosi sangat tidak kondusif. Joy yang sebelumnya memegang kendali, kini harus berdamai dengan kedatangan Anxiety, Envy, Embarassment, dan Ennui. Anxiety dengan semua sumber daya dan data-datanya tentang semua kemungkinan yang terjadi di masa depan Riley, perlahan mulai mengambil alih posisi Joy sebagai pemimpin markas. Di sinilah, konflik terjadi, Joy merasa Anxiety terlalu mendominasi Riley sehingga Riley hampir tidak pernah merasakan kebahagiaan sedikit pun. Anxiety, dengan segala kecemasannya itu, akhirnya bersikap keras terhadap Joy, dkk. Ia membuang Joy, dkk. dari markasnya. Kondisi ini membuat Riley dilanda badai kecemasan yang tiada hentinya. Ia mulai menjauhi sahabat kecilnya demi mengejar pengakuan dan validasi dari idolanya, Val. Ambisinya juga mulai di luar kendali Riley. Krisis identitas, masalah penerimaan diri, krisis validasi, kebingungan, dan lain-lain mewarnai masa pubertas Riley, sama seperti yang dirasakan oleh kita semua.

Inside Out 2 (2024) memiliki keunggulan di banyak aspek. Selain karena eskalasi konflik yang bertambah, terutama dari segi kuantitas dan keterkaitan dengan penonton, film ini juga brilian dalam menggambarkan world building di dalam kepala Riley. Di Inside Out (2015), kita sudah bisa melihat secara jelas bagaimana cara kerja emosi dan memori di otak manusia lewat penggambaran sederhana, di film keduanya ini, semuanya dikembangkan jadi lebih banyak dan kompleks. Saya suka dengan bagaimana cara Kelsey Mann menggambarkan sarkasme dan juga brainstorming  lewat terputusnya aliran kesadaran dan juga badai ide secara literal. Saya sangat menyukai itu. Saya juga menyukai penggambaran pembentukan jati diri yang dihasilkan memori-memori bahagia dan jati diri yang dihasilkan dari memori-memori yang dibangun atas dasar kecemasan. Dengan warna biru dan jingga, keduanya mampu berperan sebagai kontras untuk menunjang kompleksitas karakter. Meskipun, pada akhirnya kedua warna tersebut harus bersatu dengan warna-warna lain untuk membentuk kepribadian Riley yang seutuhnya.

Selain world building dan eskalasi konflik yang menghasilkan koneksi kuat antara penonton dengan filmnya, saya juga mengapresiasi keputusan Pixar untuk menaruh berbagai jenis gaya animasi untuk ditampilkan di 1 scene. Itu salah satu hal yang jarang dilakukan Pixar selama berkarya di industri animasi. Selama ini mereka terkesan jarang melakukan eksplorasi gaya animasi. Pendekatan cartoonist yang telah menjadi ciri khas mereka sesekali perlu mengalami inovasi, dan Inside Out 2 (2024) akhirnya mampu mewujudkan inovasi tersebut dengan kemunculan style animasi 2d dan juga style animasi video game-nya. Selain style, Pixar juga kelihatan serius menaikkan kualitas animasinya, terutama dari aspek detil gambar. Secara animasi, sekuel ini jelas lebih baik dari film pertamanya. Pixar juga sudah berani keluar dari zona nyamannya tanpa harus mengorbankan ciri khasnya.

Film ini memiliki beberapa kekurangan. Kekurangan yang saya rasakan adalah pengaturan tempo yang terlalu cepat. Tempo yang terlalu cepat ini menghambat potensi ledakan emosi yang maksimal. Durasi 97 menit ini bahkan terlalu sebentar untuk menggambarkan semua permasalahan remaja awal. Akhirnya, meskipun kita masih tetep bisa menikmati emosi yang dihasilkan, kompleksitas yang ditawarkan filmnya hanya menjadi tempelan-tempelan masalah yang agak dangkal dan tidak mendalam. Selain itu, tidak ada kekurangan yang tampak. Inside Out 2 (2024) tetap mampu tampil prima di tengah pesimisme yang hinggap di karya sekuel Pixar sebelumnya.

Sebagai bentuk apresiasi saya, saya ingin mengangkat aspek terbaik dari film ini, yaitu kesediaan filmnya untuk tumbuh bersama penontonnya. Pendalaman karakter Riley terasa sangat masuk akal untuk dikoneksikan dengan penontonnya. Masalah seperti krisis identitas, krisis validasi, dan lain-lain masih mungkin dirasakan oleh kita semua, khususnya Gen Z dan Milenial, yang juga tumbuh bersama film ini. Selain itu, kesediaan naskahnya untuk memberikan pendalaman di 9 karakter emosinya juga bisa dianggap sebagai keputusan yang brilian. Di sinilah, untuk pertama kalinya, kita melihat Joy, Anger, Sadness, Fear, dan Disgust keluar dari sifat naturalnya. Joy bahkan mengaku lelah bersikap naif dan memaksakan diri untuk terus berbahagia, bahkan ia makin menyadari bahwa yang apa yang dialami Riley adalah masa yang tidak bisa dihindarkan. Ia secara khusus mengatakan sebuah kalimat yang bisa dibilang menjadi kalimat paling memorable di film ini,

"I don't know how to stop Anxiety. Maybe that's what happens when you grow up, you feel less joy."

- Joy, Inside Out 2 (2024)

Ya, kita menonton banyak perubahan yang terjadi kepada Riley, The Emotions Character, dan yang paling terasa, perubahan pada diri kita. Akan tetapi, perubahan tersebut tidak bisa membuat kita lupa bahwa melalui film ini, kita kembali diingatkan untuk mencintai Riley sebagai seorang manusia. Inside Out 2 (2024) juga menjadikan hubungan antara kita dan Riley sebagai bentuk cinta dan pembelajaran terhadap diri manusia secara umum dan diri kita sendiri secara khusus.


Tidak ada komentar: